PURWAKARTA - Inovasi dalam bidang pendidikan kembali diluncurkan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Kali ini, Bupati yang tengah menjalani masa jabatan untuk periode yang kedua itu merumuskan Sekolah Ideologi Kebangsaan di wilayah yang ia pimpin.
Pengajaran berupa internalisasi doktrin kebangsaan yang sudah dimuat dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn akan dimodifikasi dengan mendatangkan pengajar khusus yang terdiri dari unsur perwira TNI/Polri, PNS serta Ulama yang dinilai memiliki wawasan kebangsaan yang luas.
Ditemui hari ini Rabu (7/12) di rumah dinasnya Jl Gandanegara No 25 Purwakarta, pria yang selalu mengenakan pakaian khas Sunda ini berujar metodologi yang diterapkan dalam aktifitas belajar tersebut akan dibuat menarik dan aplikatif sehingga menimbulkan kesan menyenangkan bagi pelajar.
“Sistemnya dibuat spesifik, misalnya diskusi interaktif, kita berikan stimulan wacana melalui konten animasi berisi fenomena yang melekat dengan kehidupan siswa sehari-hari,” kata Dedi menjelaskan.
Dedi mencontohkan, dalam membahas pokok bahasan Cinta Tanah Air misalnya, pelajar tidak lagi dituntut memahami bahasan tersebut secara kognisi melainkan didorong untuk mengaplikasikannya langsung dalam kehidupan sehari-hari. Menurut dia, merawat alam dan lingkungan sekitar sekolah maupun sekitar tempat tinggal pelajar merupakan bentuk Cinta Tanah Air yang sebenarnya.
“Kalau pelajar sejak dini diajarkan mencintai alam dan lingkungan maka disana akan lahir ketahanan lingkungan yang kuat. Secara perilaku sosial, pelajar pun harus diarahkan untuk menginternalisasi nilai-nilai toleransi, bagaimana cara menghargai teman yang memiliki pendapat yang berbeda,” beber pria yang akrab disapa Kang Dedi itu.
Program terobosan ini dilatarbelakangi oleh minimnya penanaman ideologi kebangsaan sejak dini di Indonesia. Implikasinya menurut Dedi, generasi muda tidak lagi memahami bahkan banyak diantaranya tidak lagi hafal ideologi Pancasila baik secara tekstual maupun penerapannya secara kontekstual.
“Hari ini kita lemah dikeduanya (tekstual dan kontekstual.Red). Secara teori lemah, dalam aspek aplikasinya apalagi, agar kita tidak kehilangan generasi maka ajaran Pancasila harus kembali dihidupkan di kedua hal itu,” katanya menambahkan.(Hms/Bim)